Langsung ke konten utama

Harta, Kepemilikan, dan Warisan dalam Islam

Taman Makalah -  Harta memiliki ruang lingkup yang luas, mulai dari pengertian harta itu sendiri, pembagiannya, status dan kedudukannya hingga merealisasikan distribusi harta dalam kehidupan sehari-hari. Harta dapat membawa kemaslahatan bagi umat manusia namun juga dapat membawa kepada kemudharatan bila tidak dimanfaatkan dengan baik walau hanya didasari dengan ilmu saja namun juga harus didasari dengan iman. Pembagian harta juga dapat dilihat dari berbagai jenis dalam hal ini juga hukum dari keberlakuan benda (harta) tersebut. 

Distribusi kekayaan termasuk masalah yang sangat penting, Islam telah memberikan berbagai ketentuan yang berkaitan dengan hal ini .mekanisme distribusi kekayaan pada individu, dilakukan dengan mengikuti ketentuan sebab-sebab kepemilikan, secara transaksi-transaksi yang wajar. Hanya saja, perbedaan individu dalam masalah kemampuan dan pemenuhan terhadap suatu kebutuhan, bisa juga menyebabkan perbedaan distribusi kekayaan tersebut diantara mereka.oleh karena itu, syara melarang perputaran kekayaan hanya diantara orang-orang kaya namun mewajibkan perputaran tersebut terjadi di antara semua orang.dalm hal ini bagaimana Islam dapat berperan sebagai tonggak kehidupan dalam pendistribusian harta dan umat Islam berperan sebagi agen yang dapat menegakkan tonggak tersebut.

Rumusan Masalah

  1. Apa yang dimaksud harta?
  2. Berapa jenis pembagian harta?
  3. Bagaimana konsep pendistribusian kekayaan (harta) dalam Islam?
  4. Apakah ada perbedaan dalam pendistribusian kekayaan?
  5. Apa yang dimaksud harta pusaka?
  6. Siapa saja orang yang berhak menerima harta pusaka tersebut? 

Tujuan Penulisan

  1. Membantu mahasiswa mengetahui peranan penting dari harta
  2. Mampu membangun mahasiswa untuk bersikap realitas di kehidupan sehari-hari
  3.  Mampu membangun mahasiswa dalam mewujudkan kemaslahatan umat dari memanfaatkan harta secara benar.

Manfaat Penulisan

  1. Memberikan gambaran tentang bagaiman mendistribusikan harta sesuai syariat.
  2. Menjadi bahan rujukan dalam memperbaiki lembaga yang bertugas mendistribusikan harta seseorang.
  3. Menjadi bahan dokumentasi dalam mengambil keputusan dimasa yang akan datang.

KONSEP HARTA DALAM PANDANGAN ISLAM

Pengertian Harta

Istilah harta atau mal digunakan oleh para fuqaha salaf dalam pengertian yang sempit. Istilah mal hanya diterapkan pada objek-objek yang tampak, yaitu barang yang memenuhi kebutuhan jasmani dan nyata. Hasil yang akan datang atau manfaat yang dapat menjadi subyek kepemilikan disebut mal.

Menurut para ulama, terdapat empat ciri harta, yaitu 1) harus memiliki nilai 2) harus merupakan barang yang boleh dimanfaatkan 3) harus dimilki dan 4) bisa disimpan. Menurut All Majallah, harta atau mal adalah sesuatu yang diinginkan oleh watak manusia, dan yang dapat disimpan sebagai persediaan. Jadi, jasa tidak termasuk kriteria ini. Akan tetapi, Imam Syafii dan Ibnu Hanbal menganggapnya sebagai harta karena memiliki nilai uang.

Fuqaha kontemporer, mendefinisikan harta atau benda secara umum dan luas yaitu, segala sesuatu yang dapat menjadi hak milik seseorang dan dapat diambil manfaatnya. Misalnya, Al Zarqa, mengartikan mal berati segala sesuatu yang bernilai dan bersifat harta atau segala sesuatu yang bernilai material dikalangan masyarakat (al maal bua kullu ayn dzata qimah madiyah bainannas). Dengan kata segala sesuatu berarti semua benda baik berupa yang nyata maupun yang abstrak termasuk hak-hak merupakan pengertian benda.[1] Menurut etimologis, sesuatu yang tidak dikuasai manusia tidak bisa dinamakan harta, seperti burung di udara, ikan di air, pohon di hutan, dan barang tambang yang ada di bumi.[2] Benda terdaftar adalah segala sesuatu yang kepemilikinya ditentukan berdasarkan warkat yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang. Benda tidak terdaftar adalah segala seuatu yang kepemilkikannya ditentukan berdasarkan alat bukti penukaran atau pengalihan diantara pihak-pihak.

[1] Fathurrahman Djamil, Hukum Ekonomi Islam (Sejarah, Teori, dan Konsep), (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), hlm. 24

[2] Rahmat Syafei, Fiqh Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), hlm. 21

Unsur-unsur Harta

Menurut ulama harta mempunyai dua unsur, yaitu unsur aniyah dan unsut urf. Unsur aniyah yaitu bahwa harta itu ada wujudnya dalam kenyataan (ayan). Manfaat sebuah rumah yang dipelihara manusia tidak disebut harta, tetapi disebut hak milik atau hak.[3] unsur urf yaitu segala sesuatu yang dipandang harta oleh seluruh manusia atau sebagian manusia, tidaklah manusia memelihara sesuatu kecuali menginginkan manfaatnya, baik manfaat madiyah maupun manfaat maknawiyah. [4]

Pembagian Harta[5]

Benda (mal) dalam hukum Islam cukup beragam dan karenanya dapat dilihat dari berbagai segi, antarlain dari segi jenis, kemanfaatan, dan ketersediaan barang tersebut dipasar.

Dari segi keberpindahan, dibagi menjadi:
  1. Harta Manqul (benda bergerak) yaitu segala harta yang dapat dipindahkan (bergerak) dari satu tempat ke tempat lain, seperti emas, perak, perunggu, pakaian, dan kendaraan.
  2. Harta ghair manqul (benda tetap) yaitu sesuatu harta yang tidak dapat dipindahkan dan dibawa dari satu tempat ke tempat lain, seperti kebun, rumah, pabrik, dan sawah. 
Dilihat dari aspek kebolehan memanfaatkanya, benda terbagi dari:
  1. Benda bernilai (mutaqawwim). Benda bernilai adalah benda yang secara riil dimiliki seseorang dan boleh diambil manfaatnya (sesuatu yang boleh diambil manfaatnya menurut syara).
  2. Benda yang tidak bernilai (ghaiu mutaqawwim). Benda yang tidak bernilai adalah benda yang belum secara riil dimiliki seseorang dan tidak boleh diambil manfaatnya. Menurut syariah, kebernilaian suatu benda juga dinilai apabila benda tersebut di perbolehkan oleh syariah.
[3] Hak yaitu sesuatu yang telah ditetapkan dengan syara. Lihat Wahbah al-Zuhaili, al-fiqh al-Islami wa Adillatuhu, (Mesir: Dar al-fikr, Jilid IV), hlm.8

[4] Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Rajawali Press, 2008), hlm.10

[5] Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah, (Jakarta: Kencana, 2012), hlm.62-64

Dilihat dari segi ketersediaan harta sejenis di pasaran, benda dapat diklasifikasikan menjadi:
  1. Harta mitsli (serupa atau sepadan). Harta yang memiliki persamaan atau kesetaraan di pasar, tidak ada perbedaan pada bagian-bagiannya atau kesatuannya, yaitu perbedaan atau kekurangan yang biasa terjadi dalam aktivitas ekonomi.
  2. Harta qimi (tidak serupa atau tidak sepadan). Harta yang tidak mempunyai persamaan di pasar atau mempunyai persamaan, tetapi ada perbedaan menurut kebiasaan antara kesatuannya pada niali, seperti binatang dan pohon.
Pembagian harta menurut sepadan (qimi) dan tidak sepadan (mitsli), berkaitan pula dengan pembagian benda menjadi tertentu (ayn/real asset). benda (mal) yang berbentuk ayn (real assset) terdiri dari barang dan jasa, sedangkan bentuk dayn (financial) terdiri dari uang dan surat berharga .

Dari segi kegunaannya, benda dapat diklasifikasikan menjadi:
  1. Harta istihlak yaitu sesuatu yang tidak dapat diambil kegunaan dan manfaatnya secara biasa, kecuali dengan menghabiskannya. Harta istihlak terbagi dua: istihlak haqiqi (benda yang menjadi harta yang secara jelas zatnya habis sekali digunakan), dan istihlak huquqi (harta yang telah habis nilainya bila telah digunakan, tetapi zatnya masih tetap ada)
  2. Harta istimal yaitu sesuatu yang dapat digunakan berualng kali dan materinya tetap terpelihara.
Perbedaan dari kedua harta tersebut bahwa harta istihlak habis satu kali digunakan, sedangkan harta istimal tidak habis dalam satu kali pemanfaatan

Dari segi bentuknya, dibagi menjadi:
  1. Harta Ain ialah harta yang berbentuk benda yang kelihatan, seperti rumah, pakaian dan lain-lain. Harta ini terbagi dua: Harta ain dzati qimah, yaitu harta yang memiliki bentuk yang dipandang sebagai harta karena memiliki nilai. Harta ain ghair dzati qimah yaitu benda yang tidak dapat dipandang sebagai harta karena tidak memiliki harga.
  2. Harta dayn ialah sesuatu yang berada dalam tanggung jawab.
Dilihat dari status harta, terbagi menjadi:
  1. Harta mamluk yaitu sesuatu yang masuk ke bawah milik, milik perorangan, atau badan hukum seperti pemerintah atau yayasan
  2. Harta mubah yaitu sesuatu yang asalnya bukan milik seseorang
  3. Harta mahjur yaitu sesuatu yang tidak boleh dimiliki sendiri dan memberikan kepada orang lain menurut syariat.
Dari segi dibagi atau tidak bisa dibagi, yaitu:
  1. Harta yang dapat dibagi (mal qabil li al-qismah), maksudnya apa bila harta itu dibagi harta itu tidak rusak dan manfaatnyatidak hilang seprti, rumah, perkantoran,pertokohan. Dan badi yang basi dibagi bisa dilakukan eksekusi
  2. Harta yang tidak dapat dibagi (mal ghair qabil li al-qismah, maksudnya apabila dibagi maka rusak manfaatnya.
Dilihat dari segi berkembang atau tidaknya harta, terbagi menjadi:
  1. Harta pokok (ashl) ialah harta yang mungkin darinya dari harta yang lain.
  2. Harta hasil (al-samar) ialah harta yang terjadi dari harta yang lain. 
Dilihat dari segi pemiliknya, terbagi menjadi:
  1. Harta khas adalah harta pribadi, tidak bercampur dengan harta yang lain.
  2. Harta am adalah harta milik umum(bersama) yang boleh diambil manfaatnya

Status dan Kedudukan Harta

Kepemilikan mutlak harta pada Allah swt. status harta di tangan manusia adalah ;

Sebagai Amanah

Manusia tidak mampu mengadakan benda dari tiada sehingga manusia hanya diberi amanah untuk mengelola dan mememanfaatkannya sesuai dengan ketentuan sang pemili, Allah swt. selain itu, Islam berpendirian bahwa kekayaan dan harta yang berada ditangan pribadi manusia adalah bukan saja berasal dari Allah, tetapi adalah milik Allah. Hal tersebut antara lain dapat diketahui dari surat Al-Baqarah(2) : 29 dan surat Qaf(50) : 7 yang terjemah adalah sebagai berikut:

هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الأرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

“Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada dibumi untuk kamu dan Dia yang berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan dia maha mengetahui segala sesuatu. (QS. Al Baqarah[2]: 29).

Dalam kaitan sebagai amanah, Rasulullah saw. menyatakan:

Bahwa pada setiap harta seseorang itu ada hak(orang lain) selain zakat. (HR. al-Tirmidzi)[6]

Sebagai Perhiasan Hidup

Manusia memiliki kecenderungan untuk memiliki, menguasai, dan menikmati harta. Hal ini ditegaskan Al quran, surah Ali Imran/3 ayat 14. Sebagai perhiasan hidup, harta seriang menyebabkan keangkuhan, kesombongan, serta keserakahan.

أَنْ رَآهُ اسْتَغْنَى. كَلا إِنَّ الإنْسَانَ لَيَطْغَى

Artinya: Ketahuilah sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, karena Dia dirinya serba cukup. ((QS. Al-‘ Alaq [96]: 6-7)

Sebagai Ujian Keimanan

Bagaimana harta itu diperolaeh dan untuk apa penggunaannya. Hal ini terutama menyangkut soal cara mendapatkan dan memanfaatkannya, apakah sesuai dengan ajaran Islam ataukah tidak.

وَاعْلَمُوا أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلادُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ

Artinya: Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya disisi Alllah lah pahala yang besar. (QS. Al Anfal [8]: 28)..

Sebagai Bekal Ibadah
Harta sebagai bekal ibadah, yakni untuk melaksanakan perintahnya dan melaksanakan muamalah diantara sesama manusia, melalui kegiatan zakat, infak, dan shodaqah.

[6] Abdul Rahaman Ghazali, dkk, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 24

انْفِرُوا خِفَافًا وَثِقَالا وَجَاهِدُوا بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

Artinya : Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan drimu dijalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. (QS.AT-Taubah[9]: 41).

Cara Memperoleh Harta

Pemilikan harta harus didapatkan dengan usaha(amal) atau mata pencaharian (maisyah) yang hal2. Dilarang menumpuh usaha yang haram, seperti kegiatan riba, perjudian, jual beli barang haram, mencurui dan sejenisnya, curang dalam takaran dan timbangan, dan cara2 yang batil dan merugikan.

حَتَّى زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ. أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ

Artinya: Bermegah-megahlah telah malaikat kamu, sampai kamu masuk kedalam kubur (QS. Takastur[102]: 1-2).

Distribusi Harta

1. Pengertian Distribusi

Secara konvensional distribusi berarti proses penyimpanan dan penyaluran produk kepada pelanggan. Meskipun definisi konvensional tersebut memiliki yang sempit dan cenderung mengarah pada perilaku ekonomi yang bersifat individual. Namun, dari pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam distribusi terdapat sebuah proes pendapatan dan pengeluaran dari sumber daya yang dimiliki oleh negara. Secara khusus dalam perspektif Islam, menurut Afzalurrahman, konsep distribusi memiliki maksud lebih luas. Yaitu peningkatan dan pembagian bagi hasil kekayaan agar sirkulasi kekayaan dapat di tingkatkan sehingga kekayaan yang ada dapat melimpah dengan merata dan tidak hanya beredar di antara golongan tertentu saja (Rahman, 1995:93)

Sementara itu, Anas Zarqa mengemukakan bahwa definisi distribusi itu sebagai suatu transfer dari pendapatan kekayaan antara individu dengan cara penukaraan (melalui pasar) atau dengan cara lain, seperti warisan, shadaqah, wakaf, dan zakat (Zarqa, 1995:181).

Dari definisi yang dikemukakan oleh Anas Zarqa di atas, dapat di ketahui bahwa ketika kita berbicara tentang aktivitas ekonomi dibidang distribusi maka kita akan berbicara pula tentang konsep ekonomi yang ditawarkan oleh Islam. Hal ini lebih melihat pada bagaimana Islam mengenalkan konsep pemberataan pembagian hasil kekayaan negara melalui distribusi tersebut,yang tentunya pendapatan negara tidak terlepas dari konsep-konsep Islam, seperti zakat, waqaf, warisan dan lain sebagainya.

2. Konsep Distribusi Kekayaan Dalam Ekonomi Islam

Distribusi kekayaan termasuk masalah yang sangat penting, Islam telah memberikan berbagai ketentuan yang berkaitan dengan hal ini .mekanisme distribusi kekayaan pada individu, dilakukan dengan mengikuti ketentuan sebab-sebab kepemilikan, secara transaksi-transaksi yang wajar. Hanya saja, perbedaan individu dalam masalah kemampuan dan pemenuhan terhadap suatu kebutuhan, bisa juga menyebabkan perbedaan distribusi kekayaan tersebut diantara mereka.oleh karena itu, syara melarang perputaran kekayaan hanya diantara orang-orang kaya namun mewajibkan perputaran tersebut terjadi di antara semua orang. Allah swt berfirman:

… كَيْ لا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الأغْنِيَاءِ مِنْكُمْ…

” …Supaya harta itu jangan hanya beredar diantara orang-orang kaya saja di antara kamu…‘’(QS. Al-Hasyr[59]: 7).

Secara umum, mekanisme yang ditempuh oleh sistem ekonomi Islam dikelompokkan menjadi dua, yaitu mekanisme ekonomi dan mekanisme nonekonomi. Mekanisme ekonomi yang ditempuh sisitem ekonomi Islam dalam rangka mewujudkan distribusi kekayaan diantara manusia yang seadil-adilnya, diantaranya sebagai berikut:

Membuka kesempatan seluas-luasnya bagi keberlangsungnya sebab-sebab kepemilikan dalam kepemilikan individu.

Memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi berlangsungnya pengembangan kepemilikan melalui kegiatan investasi.

Larangan menimbun harta benda walaupun telah dikeluarkan zakatnya.

Mengatasi peredaran kekayaan di satu daerah tertentu saja dengan menggalakkan berbagai kegiatan syirkah dan mendorong pusat-pusat pertumbuhan.

Larangan kegiatan monopoli, serta berbagai penipuan yang dapat mendistorsi pasar.

Larangan judi, riba, korupsi, pemberian suap dan hadiah kepada penguasa.

Pemanfaatan secara optimal hasil dari barang-barang (SDA) milik umum (al-milkiyah al-amah) yang dikelola negara.

Pendistribusian harta dengan mekanisme nonekonomi tersebut sebagai berikut:

Pemberian harta negara kepada warga negara yang dinilai memerlukan.

Pemberian harta zakat yang dibayarkan oleh muzakki kepada para mustahik.

Pemberian infak, sedekah, wakaf, hibah, dan hadiah dari orang yang mampu kepada yang memerlukan.

Pembagian harta waris kepada ahli waris, dan lain-lain.

3. Perbandingan Distribusi Kekayaan

Menurut sistem ekonomi sosialis, distribusi kekayaan di tengah masyarakat dilakukan oleh negara secara mutlak. Negara akan membagikan harta kekayaan kepada individu rakyat dengan sama rata, tanpa memperhatikan lagi kedudukan dan status sosial mereka. Akibatnya, meskipun seluruh anggota masyarakat memperoleh harta yang sma, namun penghargaan yang adil terhadap jerih payah setiap orang menjadi tidak ada.

Berbeda dengan sistem ekonomi kapitalis yang lebih mengandalkan pada mekanisme pasar (harga) dan menolak sejauh mungkin peranan negara secara langsung dalam mendistribusikan harta di tengah masyarakat. Oleh sebab itu, sistem ekonomi kapitalis akakn mengabaikan setiap orang yang tidak mapu mengikuti mekanisme pasar dengan baik.

Berdasarkan perbandingan tersebut dapat diketahui bahwa sangatlah berbeda dengan sistem ekonomi Islam. Dalam sistem ekonomi sosialis ditentukan secara mutlak oleh negara, sedangkan dalam sistem kapitalis distribusi kekayaan hanya mengandalkan mekanisme pasar, dalam paham kapitalis percaya bahwa dengan menggenjot produksi, tangan tak kelihatan dalam mekanisme pasar akan mengatur distribusi kekyaan secara rasional. Bila kesejahteraan individu dicapai resultante-nya akan tercipta pula kesejahteraan bersama. Walaupun realitasnya, tangan-tangan tak kelihatan itu tidaklah muncul dengan sendirinya dalam mekanisme pasar, sehingga justru yang terjadi, yang kaya makin kaya, yang miskin bertambah miskin.

Berdasarkan penjelasan di atas, daptat disimpulkan bahwa dalam pandangan Islam konsep pendistribusian tidak hanya dilakukan dengan mengendalkan mekanisme ekonomi saja. Namun, harus juga dilakukan melalui mekanisme nonekonomi sehinnga benar-benar terjadi pemerataan yang berkeadilan dalam masyarakat.

Dalam hal ini pula harta sangat berkaitan dengan kepemilikan, berikut penjelasan tentang kepemilikan.

KEPEMILIKAN

Pengertian milik dan kepemilikan

Pengertian milik secara etimologis yaitu kekhususan terhadap seseuatu, dan secara terminologis yaitu kekhususan terhadap pemilik suatu barang menurut syara untuk bertindak secara bebas bertujuan mengambil manfaat selama tidak penghalang syari.[7]

Kepemilikan dalam Islam dapat dibedakan pada tiga kelompok, yaitu : (1) kepemilikan individu (private property); (2) kepemilikan umum (collective property); (3) kepemilikan negara (state property).

[7] Abdul Majid, Pokok-pokok Fiqh Muamalah dan Hukum Kebendaan dalam Islam, (Bandung: IAIN Sunan Gunung Djati, 1986), hlm. 36

Pengelolaan kepemilikan dalam Islam, harta dalam pandangan Islam pada hakikatnya adalah milik Allah SWT. kemudian Allah menyerahkannya kepada manusia untuk menguasai harta tersebut melalui izin-Nya sehingga orang tersebut sah memiliki harta tersebut. Adanya pemilikan seseorang atas harta kepemilikan individu tertentu mencakup juga kegiatan memanfaatkan dan mengembangkan kepemilikan harta yang telah dimilikinya tersebut.

Sebab-sebab Kepemilikan

Menurut ulama ada empat cara pemilikan harta yang disyariatkan Islam, yaitu:

Melalui penguasaan harta yang belum dimiliki seseorang atau lembaga hukum lainnya, harta ini bersifat mubah. Contohnya bebatuan di sungai yang belum dimiliki seseorang atau badan hukum, apabila orang tersebut membawanya pulang, maka bebatuan itu menjadi miliknya.

Melalui transaksi yang ia lakukan dengan seseorang atau suatu lembaga badan hukum, seperti jual beli, hibah, dan wakaf.

Melalui peninggalan seseorang, seperti menerima warisan dari ahli warisnya yang wafat.

Hasil/buah dari harta yang telah dimiliki seseorang, baik secara alami maupun melalui uasaha kepemilikan.[8]

Secara umum, Islam telah memberikan tuntunan pengembangan harta melalui cara-cara yang sah seperti jual-beli, kerja sama syirkah yang Islami dalam bidang pertanian, perindustrian maupun perdagangan. Salah satu jenis harta yakni harta pustaka (Warisan)

[8] Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), hlm. 81

HARTA PUSTAKA (WARISAN)

Pengertian dan Hukumnya[9]

Pengertian Warisan

Warisan adalah harta yang ditinggalkan oleh orang yang telah meninggal dunia. Sedang ahli waris ialah orang yang berhak menerima harta pustaka yang ditinggalkan.

Ilmu yang membahas tentang pembagian harta warisan disebut ilmu mawaris atau ilmu faraidh. Pembagian warisan ini diatur oleh syariat Islam agar tidak menimbulkan permasalahan terhadap harta yang ditinggalkan.

Dasar Hukum Warisan

لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالأقْرَبُونَ وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالأقْرَبُونَ مِمَّا قَلَّ مِنْهُ أَوْ كَثُرَ نَصِيبًا مَفْرُوضًا

Artinya : “ Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan. (QS. An-Nisa[4] :7)

Dalam hadis dari ibnu Abas r.a., disebutkan bahwa Rasulullah SAW. bersabda, Berikanlah harta pusaka kepada orang-orang yang berhak sesudah itu sisanya untuk laki-laki yang lebih utama (lebih dekat). (Muttafaqalaih).

Dalam ijma dan ijtihadnya, para ulama banyak menerangkan tentang pembagian warisan dengan menafsirkan Al-Quran dan Hadis, contohnya status kakek bersama saudara yang menurut Zaid bin Tsabit sama-sama mendapat bagian atas dasar musaqamah (bagi sama rata).

[9] Zainuddin dan Muhammad Jamhari, Al-Islam 2 (Muamalah dan Akhlak), (Bandung: Pustaka Setia, 1999), hlm. 59

Hal-hal yang harus Didahulukan dalam Warisan[10]

Sebelum warisan itu dibagikan kepada yang berhak, maka terlebih dahulu harus diselesaikan beberapa hal yang berkaitan pula dengan orang yang meninggal, yaitu :
  1. Biaya pengurusan jenazah
  2. Hutang orang yang meninggal
  3. Wasiat dari yang meninggal
  4. Zakat apabila harta peninggalan itu belum dikeluarkan zakatnya.

Sebab-Sebab Pemberian Warisan[11]

Sebab-sebab seseorang mendapatkan warisan
  1. Karena hubungan darah (nasab) baik ke atas, seperti bapak, kakek dan seterusnya, maupun ke bawah, seperti anak, cucu, dan seterusnya.
  2. Karena pernikahan; seperti suami dan istri
  3. Karena memerdekakan budak. Orang yang memerdekakan budak berhak mendapatkan warisan dari budak yang ia memerdekakan.
  4. Hubungan agama. Jika tidak ada ahli waris, maka harta tersebut diserahkan ke Baitulmal untuk kepentingan uamt Islam sebagaiman sabda Nabi: Aku menjadi waris orang yang tidakmempunyai ahli waris. (HR. Ahmad dan Abu Dawud)

Sebab-sebab yang menghalangi pembagian warisan

  1. Pembunuh; artinya pembunuh tidak mendapat warisan dari harta orang yang dibunuh baik membunuhnya dengan sengaja atau tidak. Rasulullah bersabda :Barang siapa membunuh seseorang, maka sungguh ia tidak dapat mewarisi, meskipun orang yang dibunuh tidak mempunyai ahli waris selain dia, dan jika yang dibunuh bapaknya atau anaknya, maka bagi yang membunuh tidak berhak menerima warisan. (HR. Ahmad) [10] Ibid. hlm. 59 [11] Ibid. hlm. 60
  2. Murtad; artinya ia keluar dari Islam, sehingga tidak berhak menerima warisan dari keluarganya yang muslim. 
  3. Orang kafir; ia tidak berhak menerima harta warisan saudara yang Islam, sebagaimana hadis Nabi: Orang Islam tidak mewarisi orang kafir, demikian pula orang kafir tidak mewarisi orang Islam. (HR. Jamaah).
  4. Hamba sahaya; ia tidak mewarisi harta tuannya dan keluarganya selama ia masih bersifat hamba sahaya dan sebaliknya.
  5. Sama-sama meninggal dalam satu waktu; misalnya seorang anak meninggal bersama ayahnya dalam satu waktu, maka keduanya tidak dapat saling mewarisi. 

Hikmah Warisan[12]

Sesungguhnya syariat Islam mengatur pembagian warisan yang sedemikian teratur diantarnya memelihara hubungan persaudaraan/keluarga muslim, artinya dengan warisan akan membentuk rasa persatuan dan kesatuan dalam keluarga.

[12] Ibid. hlm. 70

Simpulan

Fuqaha kontemporer, mendefinisikan harta atau benda secara umum dan luas yaitu, segala sesuatu yang dapat menjadi hak milik seseorang dan dapat diambil manfaatnya. Istilah harta atau mal digunakan oleh para fuqaha salaf dalam pengertian yang sempit. Istilah mal hanya diterapkan pada objek-objek yang tampak, yaitu barang yang memenuhi kebutuhan jasmani dan nyata. Hasil yang akan datang atau manfaat yang dapat menjadi subyek kepemilikan disebut mal. Fungsi harta antara lain sebagai amanah, perhiasaan hidup, ujian keimanan, dan bekal ibadah. Salah satu contoh dari harta yaitu harta pusaka (warisan) dimana dalam hal harta warisan telah diatur dasar hukumnya dalam QS. An-Nisa ayat 7 dan hadis dari ibnu Abas r.a (Muttafaqalaih), harta juga sangat berkaitan dengan kepemilikan.

Saran

Membahas tentang harta memang tak pernah ada habisnya, harta merupakan hal yang penting dalam kehidupan. Namun bagaimana harta tersebut dapat dimanfaatkan sebgai mungkin demi mencapai falah dan kemslahatan uamt manusia.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Djamil, Fathurrahman. 2013. Hukum Ekonomi Islam (Sejarah, Teori, dan Konsep). Jakarta: Sinar Grafika. Cetakan pertama.
  2. Syafei, Rahmat. 2000. Fiqh Muamalah. Bandung: Pustaka Setia.
  3. Mardani. 2012. Fiqh Ekonomi Syariah. Jakarta: Kencana. Edisi pertama. Cetakan pertama.
  4. Al-Zuhaili, Wahbah. al-fiqh al-Islami wa Adillatuhu. Mesir: Dar al-fikr, Jilid IV. 
  5. Suhendi, Hendi. 2008. Fiqh Muamalah, Jakarta: Rajawali Press.
  6. Majid, Abdul. 1986. Pokok-pokok Fiqh Muamalah dan Hukum Kebendaan dalam Islam. Bandung: IAIN Sunan Gunung Djati.
  7. Haroen, Nasrun. 2007. Fiqh Muamalah. Jakarta: Gaya Media Pratama.
  8. A.Zainuddin dan Muhammad Jamhari. Al-Islam 2 (Muamalah dan Akhlak). 1999. Bandung: Pustaka Setia. Cetakan pertama.
  9. Ghazaly, Abdul Rahamn, dkk. Fiqh Muamalat. 2010. Jakarta: Kencana. Edisi pertama.

Komentar